Sejarah Perkembangan Pemerintahan Setelah Pemilihan Umum Pertama
Setelah pemilu tahun 1955, terjadi ketegangan dalam pemerintahan. Ketegangan tersebut akibat banyaknya mutasi yang dilakukan di beberapa kementrian, seperti kementrian dalam negeri, dan kementrian perekonomian. Hal itu menjadi salah satu faktor adanya desakan agar perdana mentri mengembalikan mandatnya. Akhirnya, pada tanggal 8 maret 1956, kabinet Burhanuddin Harahap jatuh. Presiden Soekarno pada tanggal 8 maret 1956 menunjuk Ali Sastroamijoyo untuk membentuk kabinet baru. Kabinet yang dibentuk itu adalah kabinet Koalisi tiga partai, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan beberapa partai kecil lainnya.
Pada tanggal 20 Maret 1956, secara resmi diumumkan terbentuknya kabinet baru yang disebut kabinet Ali Sastroamijoyo II. Kabinet ini mendapat tentangan dario PKI dan PSI karena kedua partai itu tidak di ikut sertakan. Tentangan dari partai lainnya tidak begitu besar. Jumlah mentri dalam kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah 24 orang. Program kabinet itu disebut dengan rencana lima tahunan yang memuat program jangka panjang, misalnya memperjuangkan masalah Irian Barat ke wilayah republik Indonesia, melaksanakan pembentukan daerah otonom, mempercepat pemilihan anggota DPRD, mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai, menyehatkan keuangan negara sehingga tercapai keseimbangan anggaran belanja, serta berusaha untuk mewujudkan pergantian ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
Kabinet yang baru berdiri itu mendapat kepercayaan penuh dari Presiden Soekarno. Hal itu terlihat dari pidatonya di depan parlemen pada tanggal 26 Maret 1956 yang menyebutkan bahwa kabinet itu sebagai titik tolak periode planning dan investment. Namun, pada saat kabinet Ali Sastroamijoyo berkobar semangat anti cina di masyarakat dan kekacauan di beberapa daerah.
Sementara itu dengan dibatalkannya undang-undang pembatalan KMB oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1956, timbul persoalan baru yaitu tentang nasib modal belanda yang ada di Indonesia. Ada anjuran untuk menasionalisasikan atau mengindonesianisasi perusahaan milik belanda yang ada di Indonesia. Ada anjuran untuk mengindonesiasikan atau menasionalisasikan perusahan milik belanda. Namun, sebagian besar anggota kabinet menolak tindakan tersebut. Pada waktu itu banyak orang belanda yang menjual perusahannya terutama para orang cina. Karena merekalah yang memiliki uang. Orang-orang Cina rata-rata sudah memiliki ekonomi yang kuat di Indonesia. Itulah sebabnya tanggal 19 Maret 1956, Mr. Assat di depan Kongres Nasional Importir Indonesia di Surabaya menyatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional. Hal itu penting karena pengusaha Indonesia tidak mampu bersaing dengan pengusaha nonpribumi, khususnya Cina. Pernyataan Asaat itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Kemudian lahirlah gerakan Asaat di mana-mana. Pemerintah menanggapi gerakan itu dengan dikeluarkannya pernyataan dari mentri perekonomian Burhanudin (NU) bahwa pemerintah akan memberi bantuan terutama kepada perusahaan yang seratus persen milik orang Indonesia
0 komentar:
Post a Comment