NeneBece. Powered by Blogger.

Baca Sejarah : Sebenarnya PKI Pemberontak Atau Pembela Kemerdekaan

Comite Central Partai Komunis Indonesia (CC PKI) berkedudukan di Surabaya ketika Jepang datang. 

Menyambut kedatangan Jepang, CC PKI yang dipimpin Pamudji memutuskan mengerahkan segenap kekuatan melawan fasisme.

Dengan segala jalan, mulai dari menghancurkan pabrik-pabrik, jembatan-jembatan, pokoknya merusak apapun yang dapat memperkuat kedudukan ekonomi Jepang.

Kemudian menyebar menggelorakan perlawanan rakyat. Pamudji ke Purworejo, Jawa Tengah, Azis ke Sidoarjo, Jawa Timur, Widarta ke Semarang-Bandung-Jakarta. Sukajat dan Abdurohim tetap di Surabaya.

Busjarie Latif dalam Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1965) menceritakan, saat Jepang mulai menjalankan pemerintahannya, "kaum komunis bersama dengan simpatisannya melakukan sabotase terhadap alat-alat perhubungan, seperti telepon, kereta api, kapal dan lain sebagainya. Pendeknya apa saja dilakukan untuk menimbulkan kerugian sebesar mungkin bagi pendudukan fasis Jepang."

Ini membuat Jepang mengamuk. "Penangkapan pertama-tama dilakukan di Surabaya, di kota yang terkenal sebagai pusat gerakan revolusioner," sambung Busjarie. Tak kurang sebanyak 300 orang ditangkap, termasuk para pimpinan mereka.

Sukajat ditangkap Mei 1942. Selanjutnya Abdurohim pada November bulan itu juga. Keduanya dipenggal kepalanya di kantor Kempeitai, Jl. Alun-alun Contong, Surabaya. Pamudji, Ketua CC PKI yang ditangkap di Purworejo juga dipenggal di tempat yang sama. Mereka dikebumikan di kuburan Kupang, Surabaya.

Keganasan Jepang tak memadamkan PKI. Mereka kembali menyusun kekuatan. CC PKI dipindahkan dari Surabaya ke Jakarta. Mengambil tempat di bagian atas Toko Jamu Murdiningsih, Jatinegara, kepemimpinan dijalankan Widarta.

PKI Ilegal

Dalam suasana gerilya kota di tengah keganasan Jepang, pada 22 April 1943, CC PKI dipindahkan dari Jakarta ke Bandung. Bertempat di Rumah Sakit Paru-paru, Istana Anyar, No.144. Dari tempat ini diputuskan bergerak dengan metode baru. Yakni tampil dengan cara legal, semi legal dan ilegal.
  
Di Jakarta, kader-kader PKI dengan sangat baik memainkan perannya. Wikana tampil legal sebagai Kepala Sekolah Asrama Indonesia Merdeka milik Kaigun Bukanfu, dinas Angkatan Laut Jepang yang dipimpin Laksamana Maeda.

Aidit tampil legal sebagai anggota di Asrama Menteng 31 (sekarang Gedung Juang--red), yang dikelola Departemen Propaganda Angkatan Darat Jepang. Secara diam-diam dia juga membentuk dan memimpin gerakan bawah tanah Banteng Merah yang merongrong Jepang di Jakarta hingga Depok.

Moh. Yusuf ambil bagian dalam gerakan Djojobojo di Jawa Barat. Mereka menggulingkan kereta api. Pendeknya, aksi-aksi perlawanan terhadap Jepang muncul di mana-mana. Dan akhirnya mereka berhasil mencium sumbernya. 

Suatu malam di bulan April 1945, CC PKI di Bandung kena gerebek. Hanya saja nihil. Tak satu pun ada orang di sana. 

Hidung Jepang juga mencium bahwa dibalik pemberontakan PETA di Blitar, Maret 1945 ada keterlibatan orang PKI.

Menurut Busjarie Latif, memang sejak pertengahan 1944, Komisariat PKI Daerah Jawa Timur yang semula berkedudukan di Lodaya dipindahkan ke dalam kota Blitar. 

"Melalui perwira PETA, Kusno dan Dr. Ismail, PKI melakukan propaganda antifasis di kalangan perwira, bintara dan prajurit PETA di Blitar," paparnya. Makanya, kata dia, banyak kader PKI yang ditangkap saat Jepang menumpas pemberontakan PETA Blitar. Termasuk, "istri Sukisman, yaitu Suharti alias Ny. Umi Sardjono, seorang kader PKI yang militan."

0 komentar:

Post a Comment

InTiP